Iklan

Santri di Ponpes Lamongan Trauma Berat Setelah Kasus Bullying, Ortu Lapor Polisi

Kamis, 06 November 2025, November 06, 2025 WIB Last Updated 2025-11-07T08:32:19Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini
Lamongan / Surabaya — Seorang santri berinisial FAR (14), asal Wonorejo, Surabaya, mengalami luka fisik dan trauma mendalam setelah menjadi korban perundungan (bullying) oleh teman sekamar di sebuah pondok pesantren di Paciran, Lamongan. 


Peristiwa itu bermula sekitar dua bulan setelah FAR mulai mondok di pesantren tersebut. Ia kerap diejek dan diperlakukan kasar secara verbal oleh rekannya, yang berinisial RR (14). 

Puncaknya terjadi pada 7 Oktober 2025, ketika FAR menegur pelaku soal baju miliknya yang hilang dan kemudian ditemukan di jemuran RR. Teguran tersebut memicu adu mulut dan perkelahian di kamar santri. 

Dalam insiden itu, selain perkelahian verbal, terjadi tindak fisik: santri lain ikut menendang korban. Akibatnya, FAR mengalami luka di kepala, leher, dan mata. 


Tak puas hanya melapor ke pihak pesantren, orang tua FAR akhirnya membawa kasus ini ke ranah hukum dengan melapor ke Polres Lamongan pada 9 Oktober 2025. 

Winda Nurjanah, ibu korban, menyebut bahwa kekerasan bukanlah yang pertama; sejak awal mondok, anaknya sudah mengalami intimidasi dan ejekan secara berkala. 

Orang tua berharap pelaku mendapat sanksi tegas dan dikeluarkan dari pondok jika terbukti bersalah. 


Dinas Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak Kota Surabaya (DP3APPKB Surabaya) kini sudah melakukan pendampingan psikologis terhadap FAR. 

Kepala DP3A Surabaya menyatakan kondisi korban mengalami trauma dan “enggan kembali ke pesantren” karena peristiwa tersebut. 

Pendampingan tersebut dijalankan sejak tanggal 3 November 2025, bekerjasama dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan & Anak (PPA) Provinsi Jawa Timur. 


Kasus ini menyoroti isu bullying dan kekerasan antar santri di pondok pesantren, yang berdampak tidak hanya secara fisik namun juga mental / psikologis.

Keberadaan laporan ke polisi menunjukkan orang tua ingin agar ada pertanggungjawaban, bukan sekadar penyelesaian internal pesantren.

Pendampingan trauma healing oleh pemerintah daerah menjadi langkah penting agar korban tidak menderita jangka panjang.

Ke depan, pengawasan terhadap pondok pesantren (termasuk pengaturan kesejahteraan santri, mekanisme pengaduan internal, dan pelatihan pencegahan bullying) mungkin perlu diperkuat.


Komentar

Tampilkan

Terkini